PP. No. 46 Tahun 2013 tentang pengenaan pajak UMKM

Jokowi ingin produk UMKM tembus pasar digital global

Tanggal 1 Juli 2013 pemerintah telah menetapkan PP. No. 46 Tahun 2013, tentang pengenaan pajak UMKM. Dalam membantu kegiatan ekonomi kecil dan menengah, pemerintah memberikan pelayanan perpajakan untuk Wajib Pajak UMKM dengan tarif pajak 1% yang dikenakan pada siklus penjualan bruto sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun. Sedangkan Wajib Pajak UMKM dengan penghasilan bruto di atas Rp 4,8 miliar per tahun dikenakan tarif normal sesuai Pasal 17 Undang - Undang Pajak Penghasilan. (http://jaga.fekon.unand.ac.id/index.php/jaga/article/view/26/17, 12 Juni 2020)

Namun pro dan kontra terkait dengan PP No. 46 tahun 2013 sendiri juga telah lama berkumandang. Aspek keadilan merupakan salah satu kontra yang sering disoroti mengingat pajak penghasilan PP 46 Tahun 2013 termasuk dalam pajak final. Dimana pajak yang bersifat final tidak memandang apakah hasil akhir dari usaha wajib pajak tersebut laba atau rugi,sepanjang wajib pajak memiliki omset maka wajib pajak harus membayar pajak. Tak heran jika wajib pajak mengeluhkan terkait tarif 1% dari omset tersebut (www.pajak.go.id., 12 Juni 2020).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak (Hestu Yoga Saksama) juga bahwa banyak pelaku UMKM yang mengeluhkan tarif PPh final 1% dianggap masih tinggi. UMKM merupakan suatu usaha yang identik dengan kesederhanaan, margin yang diperoleh dari usaha ini hanya berkisar 1 - 2% saja, oleh karena itu penetapan tarif PPh final 1% dirasa sangat memberatkan. Sehingga banyak pelaku UMKM yang tidak mau untuk membayar pajak mereka (detikFinance, 12 Juni 2020).

Untuk mensiasati supaya Wajib Pajak UMKM taat membayar pajak, maka di tahun 2018 dikeluarkan peraturan tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto (Omset) Tertentu. Aturan tersebut diperkenalkan sebagai revisi PPh final untuk pelaku UMKM, dari yang tarifnya 1% kini menjadi 0,5%. PP No. 23 Tahun 2018 ditetapkan pada 8 Juni 2018 lalu dan dinyatakan berlaku mulai 1 Juli 2018. Berlakunya PP No. 23 Tahun 2018 tersebut resmi mengganti dan mencabut seluruh ketentuan dari aturan yang ada di PP No. 46 Tahun 2013.

Sebagai gambaran lain, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM Republik Indonesia, Sensus Ekonomi dari Badan Pusat Statistik pada 2016 menunjukkan besarnya kontribusi UMKM. Berikut ini sumbangan UMKM terhadap perekonomian Indonesia: UMKM menyerap hingga 89,2 persen dari total tenaga kerja. UMKM menyediakan hingga 99 persen dari total lapangan kerja. UMKM menyumbang 60,34 persen dari total PDB nasional. UMKM menyumbang 14,17 persen dari total ekspor. UMKM menyumbang 58,18 persen dari total investasi.

(https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/20/120000469/peran-umkm-dalam-perekonomian-indonesia?page=all)
     Pajak merupakan pendapatan terbesar negara yang mesti dimaksimalkan kontribusinya dalam hal pembangunan negara ini, penyumbang terbesar pajak adalah sektor swasta UMKM, dimana sektor swasta ini mesti difasilitasi dengan bijaksana oleh pemerintah sebagai regulator. Tentu dalam hal ini adalah aturan yang dibuat lebih condong kepada sektor swasta, oleh karena itu agar tercipta keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, maka semua stakeholder perlu untuk duduk bersama untuk mengurangi pro kontra ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memaksimalkan return dan meminimalkan risiko dalam portofolio

PENGARUH KONSENTRASI KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL DAN LEVERAGE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di PT BEI)

Virus Corona sudah menghilang?