Rerangka Konseptual untuk Pelaporan Keuangan
Rerangka Konseptual untuk Pelaporan Keuangan
Bab ini menyampaikan pemahaman tentang pengembangan rerangka konseptual
akuntansi secara kontekstual. Karenanya dia
dimulai dari konteks pada masa sebelum rerangka konseptual mulai dirumuskan
oleh institusi akuntansi secara formal.
Secara ringkas, Bab ini mengungkapkan statements of financial accounting concepts yang dirumuskan oleh
institusi penyusun standard akuntansi di AS Financial
Accounting Standards Board, yaitu SFAC No. 1 sampai dengan No. 7.
Catatan ini diakhiri dengan mengungkapkan beberapa issu yang terkait dengan
implementasi konsep-konsep akuntansi yang dirumuskan FASB tersebut.
Pengembangan Rerangka Konseptual untuk Pelaporan Keuangan
Literatur
akuntansi mencatat bahwa sebelum tahun 1920an belum ada bukti akademik yang
menunjukkan adanya usaha untuk memikirkan prinsip-prinsip akuntansi yang dapat
menuntun bagaimana akuntansi keuangan dipraktekkan[1]. Mathews dan Perera mencatat bahwa barulah diawal
1920an mulai muncul individu-individu yang berusaha untuk merumuskan
prinsip-prinsip akuntansi, yang monumental diantara mereka adalah Paton (1922),
Hatfield (1927)[2],
Gilman (1939) serta Paton dan Littleton (1940).
[3]
Keinginan
profesi akuntansi untuk memiliki ’teori akuntansi’ seringkali dihubungkan
dengan hancurnya pasar modal di Amerika Serikat pada tahun 1929. Akibat ’Great Crash’ tersebut, banyak
perusahaan bangkrut dan para investor kehilangan uang dalam jumlah besar. Akuntansi dikatakan bertanggungjawab karena
ditengarai praktek akuntansi telah menghasilkan laporan akuntansi yang
menyesatkan. Akibatnya, investor yang
semula optimis dengan investasinya, kemudian menghadapi kenyataan bahwa harga
saham mereka terinflasi sampai ke harga yang tidak pernah terjadi
sebelumnya.
Beberapa
tahun sebelum crash tersebut
benar-benar menjadi kenyataan, Paton (1922) telah berusaha mengidentifikasi
sebelas postulat akuntansi.
Postulat-postulat tersebut adalah entitas bisnis yang terpisah, going concern dan kontinuitas, asset
total dan ekuitas total, neraca adalah representasi keseluruhan dari kondisi
keuangan badan usaha, uang adalah unit pengukuran yang konstan, biaya (cost) memberikan nilai bagi laporan
awal, biaya dikeluarkan melekat ke nilai atas produksi, prinsip-prinsip akrual
perlu diikuti, rugi (losses) haruslah
segera dikurangkan dari akumulasi laba, pembayaran pada pemegang saham haruslah
dari earnings, dan pergerakan biaya FIFO adalah suatu asumsi.
Sementara
itu Sanders, Hatfield dan Moore
(1938) mewawancarai pihak-pihak yang menyusun dan menggunakan laporan keuangan
serta melakukan studi atas literatur yang ada serta menganalisis aspek-aspek
legal yang muncul ketika itu. Dengan itu
mereka menghasilkan pernyataan prinsip-prinsip akuntansi yang dibagi atas
prinsip-prinsip umum, prinsip-prinsip laporan income, prinsip-prinsip neraca, laporan konsolidasian, dan komentar
serta catatan. Dapat dicatat bahwa prinsip-prinsip
yang paling penting adalah (1) akuntansi haruslah berhubungan dengan kondisi
keuangan dan aspek-aspek perolehan income,
(2) haruslah ada pemisahan yang benar antara komponen revenue dan capital, (3)
akun-akun haruslah memberikan catatan historis yang dapat dianalisis, (4)
komponen yang sama haruslah diperlakukan dengan konsisten, (5) haruslah diikuti
pendekan yang konservatif, (6) laporan income haruslah menunjukkan semua detil
yang relevan, (7) income yang belum direalisir tidaklah boleh dimasukkan, (8)
income dari non-operasi harulsah dilaporkan secara terpisah, (9) haruslah diperhitungkan
provisi bagi losses atas
komponen-komponen asset lancar, (11) jika koreksi perlu dilakukan atas
kesalahan masa lalu, maka koreksi itu hendaklah dilakukan pada laporan income, (12) neraca haruslah didasarkan
atas cost dikurangi dengan depresiasi
untuk asset tetap dan the lowest of cost
or market untuk asset lancar (current
assets), (13) hendaklah hati-hati ketika melaporkan deferred charges, dan (14) contingent
liabilities hendaklah dimasukkan bila itu material.
Gilman (1939) berusaha untuk membahas doktrin-doktrin dan konvensi-konvensi
akuntansi. Doktrin-doktrin yang
dibahasnya itu termasuk konservatifme, konsistensi, disklosur, dan
materialitas. Konvensi-konvensi
akuntansi termasuk entitas, penilaian dan periode akuntansi. Kemudian Paton dan Littleton (1940) menyelesaikan studinya An Introduction to Corporate Accounting
Standards. Mereka berdua menyusun
apa yang disebut sebagai konsep-konsep dasar atau asumsi-asumsi akuntansi. Konsep-konsep dan asumsi-asumsi tersebut
adalah entitas bisnis, kontinuitas, cost,
expense, revenues, income, biaya
yang dilekatkan pada produk dan jasa, matching,
periodesisi, dan bukti objektif yang dapat diverifikasi.
Usaha individual ini kemudian diikuti dengan usaha kolektif yang
terinstitusionalisasi. Yang terpenting
untuk dicatat diantaranya adalah usaha American
Accounting Association (AAA) pada tahun 1936 yang menerbitkan hasil studi
atas praktek-praktek akuntansi yang ada ketika itu. Laporan studi ini disebut sebagai Tentative Statement of Accounting Principles
Underlying Corporate Financial Statements.
Usaha ini penting karena merupakan
usaha kolektif pertama yang kemudian menjadi salah satu pilar dalam
pengembangan akuntansi. Usaha ini juga penting karena disponsori oleh
AAA badan yang berperan penting dalam pengembangan akuntan akademisi dan
professional. Publikasi yang hanya empat
setengah halaman ini, menyatakan secara ringkas konsep-konsep penting yang
mendasari laporan keuangan pada waktu itu.
Tentative Statement ini mempromosikan penggunaan basis biaya
historis. Karena konsistennya akan
penggunaan basis biaya historis ini, pada masa itu ada yang mengatakan
akuntansi sebagai science. Dalam
komentarnya atas Tentative Statement
ini, Rorem (1937)[4] bahkan menggunakan kata-kata seperti ‘scientific method’ dan
‘scientifically defensible facts.’ Semenjak
penerbitan Tentative Statement ini,
terus menerus selalu ada usaha untuk membangun sebuah rerangka yang mendasari
praktek akuntansi yang merupakan dasar bagi penyusunan standar akuntansi baru
ataupun untuk merevisi yang lama.
Usaha Penyusunan
Rerangka Konseptual yang Terinstitusionalisasi
The American
Institute of Accountants membentuk badan penyusun standar akuntansi yang
pertama pada tahun 1936 yaitu Committee
on Accounting Procedure yang mempublikasikan riset akuntansi dan bulletin terminologi. Publikasi tersebut
berhasil membangun opini serta memberikan rekomendasi atas bagaimana akuntansi
seharusnya dipraktekkan [ketika itu]. Bulletin ini merekomendasikan solusi atas
masalah-masalah tertentu dalam pelaporan keuangan. Oleh karenanya publikasi dalam buletin
tersebut tidaklah merupakan suatu pernyataan komprehensif dari prinsip-prinsip
akuntansi yang diharapkan oleh sebagian masyarakat profesi. Mereka
yang kecewa menyatakan bahwa tidak dirumuskannya suatu pernyataan komprehensif
tersebut merupakan sebuah kegagalan Komite.
Komite juga dikritik karena bekerja terlalu lambat dan dipandang mengambil
posisi yang tidak lazim atas issu-issu pelaporan keuangan yang kontroversial.
Pada pertengahan tahun 1950an mulai muncul keyakinan dikalangan masyarakat
akuntansi bahwa praktek pelaporan keuangan selama ini tidaklah memadai. Hal yang terutama menjadi perhatian adalah
penggunaan basis biaya historis. Oleh
karena itu, profesi akuntansi haruslah mempertimbangkan model akuntansi
alternatif, atau paling tidak menjadikan
model biaya-historis yang digunakan tersebut menjadi lebih logis dan
konsisten. The
American Institute
of Certified Public Accountants
(AICPA)
kemudian membentuk the Accounting
Principles Board dan Accounting
Research Division (ARD) pada tahun 1959. Tujuan membentuk organisasi ini adalah untuk:
- membangun
postulat dasar;
- memformulasi serangkaian prinsip-prinsip umum;
- membuat ketentuan guna menuntun penerapan
prinsip-prinsip dalam situasi spesifik; dan
- untuk mendasari keseluruhan program-program
penelitian.
ARD membentuk dua tim studi, yang satu dipimpin oleh
Moonitz dan yang lainnya oleh Spouse dan Moonitz. Kedua tim ini mempublikasikan hasil studinya
berturut-turut pada 1961 dan 1962 yang mengusulkan sebuah perubahan dalam
sistem pengukuran dari biaya historis ke nilai sekarang. Karenanya
hasil studi ini dikatakan sebagai dokumen yang radikal. Dalam
suatu pernyataannya yang dikeluarkan sebelum studi Spouse dan Moonitz
dipublikasikan, mengomentari kedua studi tersebut APB mengatakan”walaupun kedua
studi tersebut merupakan kontribusi yang bernilai bagi pemikiran akuntansi,
tapi perbedaannya dengan prinsip-prinsip akuntansi yang diterima umum pada
waktu sekarang terlalu radikal.”
Untuk menandingi usulan Spouse dan Moonitz, dalam
bulan Juni 1963 APB membentuk pula tim dipimpin Paul Grady yang ditugaskan mempersiapkan
deskripsi rerangka akuntansi yang diharapkan lebih dapat diterima. Hasil komisi ini dipublikasikan pada tahun
1965 yang dikenal dengan Inventory of
Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises yang mengkodifikasi praktek-praktek yang ada
ketika itu.
Dalam
tahun 1970 dipublikasikan pula Pernyataan APB No.4 Basic Concepts and Accounting Principles Underlying Financial
Statements of Business Enterprises.
Pernyataan APB yang kemudian menjadi rerangka konseptual bagi profesi
akuntansi di Amerika Serikat, tidak pula luput dari kritikan. Oleh karena itu, pada tahun 1973 APB diganti
dengan sebuah badan independen yaitu Financial
Accounting Standards Board (FASB), yang mulai bekerja dengan menyusun rerangka
konseptual pelaporan akuntansi yang baru.
Hasil dari pekerjaan ini adalah dipublikasikannya sebanyak tujuah pernyataan
Statements of Financial Accounting
Concepts.
Dalam
beberapa tahun pertama, proyek penyusunan rerangka konseptual ini berusaha mengembangkan
prinsip-prinsip atau standar kualitatif.
Diharapkan, penyusun laporan keuangan dapat memilih alternatif metode pelaporan
secara sistematis dan rasional dengan merujuk kepada prinsip-prinsip dan
standard kualitatif tersebut. Kemudian
proyek ini difokuskan pada upaya mengembangkan konsep-konsep yang berguna
sebagai tuntunan bagi FASB dalam menetapkan standar akuntani dan dalam menyusun
rera ngka referensi berguna untuk menyelesaikan
issu-issu akuntansi.
Menurut FASB,
Proyek Rerangka Konseptual bukanlah upaya untuk menyusun suatu paket solusi
atas masalah-masalah, tapi dia merupakan dasar pijakan dalam mengidentifikasi
dan mendiskusikan issu-issu, merumuskan pertanyaan-pertanyaan yang relevan
maupun dalam mengembangkan penelitian yang terkait dengan pelaporan keuangan. Ketujuh pernyataan konsep-konsep akuntansi
keuangan yang telah dirumuskan tersebut adalah:
- SFAC
No.1: Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises
- SFAC
No.2: Qualitative Characteristics of Accounting Information
- SFAC
No. 3: Elements of Financial Statements
- SFAC
No.4: Objectives of Financial Reporting by Non-business Organizations
- SFAC
No. 5: Recognition and Measurement in Financial Statements of Business
Enterprises
- SFAC
No. 6: Elements of Financial Statements (menggantikan SFAC No.3)
- SFAC
No. 7: Using Cash Flow Information and Present Value in Accounting
Measurements.
Oleh
karena hasil pekerjaan dari FASB ini mempengaruhi pengembangan rerangka
konseptual dibeberapa negara lainnya seperti Australia , pernyataan-pernyataan
tersebut diatas secara ringkas dapat dijelaskan seperti berikut ini[5].
SFAC No. 1: Tujuan Pelaporan Keuangan bagi Usaha Organisasi Usaha Bisnis
Hasil pekerjaan Trueblood Committee tentang tujuan laporan keuangan banyak
mendasari SFAC No.1 ini. SFAC No.1
mengungkapkan bahwa penyiapan laporan keuangan eksternal oleh organisasi bisnis
bukanlah merupakan tujuan itu sendiri.
Akan tetapi, pelaporan keuangan merupakan penyajian informasi oleh
manajemen kepada pemakai yang adalah mereka yang tidak dapat memperoleh
informasi dengan cara lainnya. Menurut
pernyataan ini tujuan keseluruhan pelaporan keuangan adalah untuk memberikan
kepada pemakainya suatu dasar dalam memilih alternatif penggunaan sumberdaya
ekonomi yang langka. Tujuan ini penting
karena dia menetapkan bahwa dalam menyusun standar akuntansi, kebutuhan pemakai
lebih dipentingkan dari pada kebutuhan auditor.
Konsekwensinya, pelaporan keuangan yang effektif haruslah memenuhi
beberapa tujuan. Pelaporan keuangan
haruslah memampukan investor termasuk investor potensial dan kreditor serta pemakai
lainnya untuk:
- Mengambil keputusan investasi dan kredit.
- Menilai prospek arus kas.
- Melaporkan sumberdaya organisasi usaha, klaim
atas sumberdaya tersebut dan merubahnya.
- Melaporkan sumberdaya ekonomi, kewajiban, dan
ekuitas pemilik.
- Melaporkan kinerja dan penghasilan.
- Mengevaluasi likuiditas, solvensi, dan aliran dana.
- Mengevaluasi stewardship dan kinerja manajemen.
- Menjelaskan dan menginterpretasi informasi
keuangan.
FASB menginginkan tujuan umum pelaporan keuangan ini menjadi
tuntunan dalam mengevaluasi manfaat prinsip-prinsip akuntansi baik yang
sekarang ataupun yang akan datang. Tujuan FASB ini akan membantu memfasilitasi penggunaan sumberdaya langka
secara effisien dan memfasilitasi operasi pasar modal.
SFAC No.2: Karakteristik
Kualitatif Informasi Akuntansi
Pernyataan ini meliputi elemen-elemen laporan keuangan, pengakuan, pengukuran
dan disklosur. Melalui pernyataan ini,
hal yang selama ini menjadi pertanyaan tentang apa sajakah karakteristik
informasi akuntansi yang menjadikan dia bermanfaat dapat dijawab. Menurut pernyataan ini, pilihan-pilihan
akuntansi dilakukan atas paling tidak pada dua tingkatan. Pertama,
pada tingkatan lembaga yang memiliki otoritas seperti dewan standar atau
otoritas pasar sekuritas. Lembaga ini berwenang
untuk meminta kalangan pebisnis menyusun laporan keuangan dengan beberapa cara
khusus atau melarang menggunakan suatu metode yang tidak diharapkan. Kedua adalah pada tingkatan entitas bisnis
pelapor. Entitas pelapor inilah yang memilih
pilihan akuntansi diantara alternatif-alternatif yang tersedia. SFAC No. 2 mencoba untuk mengidentifikasi dan
mendefinisikan kualitas yang menjadikan informasi akuntansi bermanfaat dengan
mengembangkan sejumlah pedoman untuk melakukan pemilihan pada kedua tingkatan
tersebut.
Menurut pernyataan ini, kriteria utama dalam memilih alternatif metode
akuntansi adalah dengan menanyakan metode mana yang akan menghasilkan informasi
yang lebih berguna. Bila jawabannya
jelas, kemudian menjadi penting untuk menanyakan apakah nilai dari informasi
yang lebih baik itu secara signifikan melebihi dari nilai informasi yang kurang
baik. Pertanyaan yang terakhir ini
terkait dengan analisis biaya dan manfaat.
Bila jawaban yang memuaskan diperoleh, pilihan antara ke dua alternatif
menjadi jelas. Kualitas yang membedakan
antara informasi yang lebih berguna dengan yang kurang berguna utamanya adalah
relevansi dan kehandalan.
Karakteristik informasi yang menjadikan dia sebagai sesuatu yang diperlukan
merupakan suatu hirarki kualitas, dimana kebergunaan untuk pengambilan
keputusan adalah karakteristik kualitas yang paling penting. Tetapi, hirarki tersebut tidaklah menunjukkan
adanya kualitas utama atau kualitas lainnya, dan tidak pula menetapkan adanya
prioritas tertentu diantara kualitas tersebut.
Pengambil Keputusan dan Karakteristik
Mereka
Setiap
pengambil keputusan menetapkan informasi akuntansi mana yang bermanfaat. Penetapan tersebut dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti keputusan yang akan diambil, metode pengambilan keputusan yang
akan digunakan, informasi yang telah diperoleh dari sumber lain, serta kapasitas
pengambil keputusan untuk memproses informasi.
Karakteristik-karakteristik ini mengindikasikan bahwa umumnya bagi para
manajer dan pemilik perusahaan kecil atau usaha yang dikelola sendiri,
informasi dari pelaporan eksternal kurang berguna. Tidak
demikian halnya dengan pemegang saham perusahaan publik besar.
Batasan Cost-Benefit
Secara
umum berlaku ketentuan bahwa hanya bila manfaat dari produk atau jasa melebihi
biaya yang dikorbankan untuk memperolehnya, keputusan untuk perolehan itu
dianggap sebagai keputusan yang sehat.
Akan tetapi, untuk informasi keuangan berbeda. Biaya untuk menyediakan informasi keuangan dikeluarkan
oleh penyedia informasi, sementara manfaatnya diperoleh bersama baik oleh
penyedia maupun pemakai. Hal yang paling
diharapkan adalah institusi penyusun standar haruslah melakukan yang terbaik
bagi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan ketika mengeluarkan sebuah
standar. Standar yang dikeluarkan
tersebut bisa saja mengorbankan sebuah karakteristik kualitas untuk
mengutamakan ukuran kualitas yang lain, dan institusi penyusun standar haruslah
selalu mempertimbangkan aspek biaya-manfaat.
Dapat dipahami (understandability)
Dapat dipahaminya suatu informasi tergantung kepada karakteristik pemakai
dan karakteristik yang inheren dalam informasi tersebut. Dapat dipahami (understandibility) inilah yang merupakan penghubung antara
pengambil keputusan dan informasi akuntansi.
Untuk memenuhi kriteria kemanfaatan, pengambil keputusan haruslah memiliki
kemampuan untuk memahami informasi keuangan.
Dapat dipahami telah diklasifikasikan berdasarkan hubungan dengan
pengambil keputusan tertentu atau berdasarkan kelompok-kelompok pengambil
keputusan. Yang perama berhubungan
dengan “Apakah pengambil keputusan berbicara bahasa tersebut?”, dan yang kedua
terkait dengan “apakah disklosur sesuai atau dapat dimengerti pembaca untuk
siapa disklosur tersebut ditujukan?
Bermanfaat dalam
Pengambilan Keputusan
Menurut
SFAC No. 1 informasi keuangan diharapkan bermanfaat bagi para pengambil
keputusan. Pernyataan standard ini
mengemukakan bahwa relevansi dan reliabilitas adalah dua kualitas utama
yang menjadikan informasi akuntansi berguna bagi para
pengambil keputusan. Dibatasi oleh
duah hal, biaya dan materialitas, relevansi dan reliabilitas yang meningkat
adalah dua karakteristik yang menyebabkan informasi menjadi komoditas yang
dibutuhkan dalam pengambilan keputusan.
Jika
sebuah informasi memiliki tingkat relevansi atau tingkat reliabilitas yang nol,
informasi tersebut tidaklah berguna.
Walaupun, secara ideal sebuah alternatif akuntansi yang dipilih
seharusnya menghasilkan informasi yang relevan dan reliabel, tapi bisa saja
dalam kenyataannya salah satu dari karakteristik tersebut tidaklah terpenuhi
sepenuhnya. Bisa terjadi, karena dipilihnya sebuah alternatif akuntansi,
tingkat relevansi informasi yang dihasilkannya rendah tetapi tingkat
reliabilitasnya tinggi.
Relevan
Informasi
akuntansi yang relevan dapat menjadikan sebuah keputusan berbeda, karena dengan
informasi itu pemakai dapat menyusun prediksi tentang dampak kejadian yang
telah terjadi, sedang terjadi ataupun yang akan terjadi.; atau dapat juga
mengkonfirmasi atau mengkoreksi harapan yang telah disusun sebelumnya. Informasi yang relevan adalah tepat waktu
serta memiliki kemampuan memprediksi dan memberikan umpan balik.
Kemampuan Memprediksi dan Memberikan
Umpan-balik (Predictive Value and
Feedback Value)
Informasi
dapat menjadikan suatu keputusan berbeda karena dengan informasi tersebut
kapasitas pengambil keputusan untuk memprediksi atau merubah ekspektasinya
meningkat. Informasi tentang dampak
suatu tindakan yang telah dilakukan dimasa lalu secara umum akan meningkatkan
kemampuan pengambil keputusan untuk mempre-diksi hasil dari tindakan sama yang
dilakukan dimasa datang.
Tepat Waktu (Timeliness)
Memiliki
informasi yang tersedia untuk pengambil keputusan sebelum informasi itu
kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan, adalah sebuah aspek yang
penting dari relevansi. Jika informasi
tidak tersedia ketika diperlukan atau
tersedianya menjadi sangat lama setelah kejadian-kejadian dilaporkan , akan
menjadikan informasi itu tidak bernilai, dia kehilangan relevansinya dan akan
sedikit atau tidak ada kegunaannya.
Sementara hanya tepat waktu saja tidaklah cukup untuk menjadikan sebuah informasi
relevan, tetapi ketidaktepatan waktu akan menghilangkan relevansi informasi
tersebut.
Reliabilitas
Reliabilitas
suatu ukuran tergantung pada apakah yang disajikan oleh ukuran tersebut adalah
memang apa yang seharusnya disajikan.
Misalkan, kalau disajikan informasi bahwa jumlah piutang usaha adalah
satu milyar rupiah, informasi tersebut adalah reliabel bila adalah memang benar
bahwa jumlah piutang usaha tersebut ketika dia disajikan adalah satu milyar
rupiah.
Untuk dapat berguna, informasi haruslah reliabel dan relevan. Reliabilitas
suatu informasi bukanlah masalah “hitam” atau “putih,” tetapi lebih kepada “lebih” atau “kurang.”
Reliabilitas tergantung kepada sejauh mana deskripsi atau pengukuran akuntansi
dapat di verifikasi dan benar penyajiannya.
Netralitas sebuah informasi juga berhubungan dengan dua komponen
reliabilitas itu yang kemudian mempengaruhi kemanfaatan informasi tersebut.
Verifiabilitas
Verifiabilitas
ditunjukkan oleh adanya suatu konsensus atau kesamaan antara hasil pengukuran
yang satu dengan yang lainnya dengan syarat metode pengukuran yang digunakan
haruslah sama. Kebenaran dalam
penyajian, disisi lain, berarti adanya hubungan atau kecocokan antara
angka-angka akuntansi dengan dokumen sumber atau kejadian yang harus disajikan
oleh angka-angka akuntansi itu. Akan
tetapi, adanya tingkat kecocokan atau hubungan yang tinggi, tidaklah berarti
suatu pengukuran akuntansi akan relevan bagi kebutuhan pemakai jika sumber atau
kejadian yang disajikan oleh pengukuran tersebut tidak sesuai dengan maksud si
pemakai.
Penyajian yang
Jujur (Representational Faithfulness)
Kualitas
ini terkait dengan hubungan atau kesesuaian antara sebuah ukuran dengan
fenomena yang akan disajikan oleh ukuran tersebut. Kadang-kadang sebuah
informasi mungkin tidak reliabel karena disajikan dengan tidak tepat. Misalkan, piutang yang disajikan dalam jumlah
tertentu, tetapi sebenarnya ia tidak dapat ditagih. Ilmuwan sosial mendefiniskan konsep ini
sebagai validitas.
Netralitas
Dalam merumuskan atau menerapkan standar, kepedulian utama haruslah pada
relevansi dan reliabilitas dari informasi yang dihasilkan, bukanlah pada dampak
dari standar tersebut pada kepentingan-kepentingan khusus tertentu. Sebuah pilihan netral atas beberapa
alternatif akuntansi hendaklah bebas dari bias terhadap hasil-hasil yang
diharapkan. Tujuan dari laporan keuangan
adalah melayani pemakai informasi yang berbeda yang mempunyai kepentingan
beragam dan tidaklah mungkin ada satu hal yang akan dapat memuaskan semua
kepentingan.
Dapat dibandingkan (Comparability)
dan Konsistensi
Manfaat informasi yang diungkapkan oleh sebuah perusahaan akan meningkat
bila dia dapat dibandingkan dengan informasi yang sama yang dikeluarkan oleh perusahaan
lain ataupun dengan dengan informasi yang sama dari perusahaan yang sama tapi
dengan periode waktu yang lain. Laporan
keuangan yang dapat dibandingkan dan yang konsisten dalam menerapkan suatu metode
dari waktu ke waktu, akan meningkat nilai informasinya. Pentingnya informasi khususnya informasi
kuantitatif, tergantung pada sejauh mana kemampuan pengguna untuk menghubungkannya
dengan pembanding tertentu.
Materialitas
Materialitas berhubungan dengan karakteristik kualitatif khususnya
relevansi dan reliabilitas. Baik
materialitas dan relevansi didefinisikan dalam konteks apa yang mempengaruhi
atau menjadikan sesuatu berbeda bagi pengambil keputusan, tetapi ke dua
terminologi itu dapat dibedakan. Keputusan
untuk tidak mengungkapkan informasi tertentu dapat disebabkan oleh investor
tidak membutuhkan informasi itu (karena tidak relevan) atau karena jumlahnya terlalu
kecil untuk dapat menjadikan suatu keputusan berbeda (karena tidak material).
Hanya dengan memperhatikan apakah suatu akun cendrung untuk tidak material
karena jumlahnya saja, tanpa mempertimbangkan sifat (nature) akun tersebut serta situasi atau keadaan dimana pertimbangan
(judgement) harus dilakukan, tidaklah akan cukup memberikan dasar bagi
penetapan judgement tentang
materialitas akun tersebut.
Tidaklah ada suatu standar umum materialitas yang dapat dirumuskan dengan mempertimbangkan
semua hal yang harus diperhatikan seseorang dalam memberikan
pertimbangannya. Dimasa datang, dapat saja penyusun standar
menentukan kriteria kuantitatif atas materialitas untuk standar khusus tertentu,
bila memang itu lebih tepat.
SFAC 5: Pengakuan (Recognition)
dan Pengukuran (Measurement) dalam Laporan Keuangan Perusahaan
SFAC No.5
menentukan kriteria pengakuan dan petunjuk informasi apa yang seharusnya dimuat
dalam laporan keuangan, serta kapan sebuah informasi harus dilaporkan. Penerbitan standar ini mengindikasikan bahwa sebuah laporan keuangan
haruslah mendisklos posisi keuangan pada akhir periode, penghasilan (earnings) pada periode itu, semua
pendapatan (income) untuk periode
tersebut, aliran kas selama periode itu serta investasi oleh para pemilik
selama periode pelaporan. Standar ini juga
menyatakan bahwa pengakuan dan pengukuran dalam laporan laporan keuangan
tergantung kepada batasan biaya-manfaat serta materialitas.
Walaupun
pernyataan ini tidak menyarankan perubahan yang radikal atas struktur dan isi
laporan keuangan, dia merupakan momentum bagi perubahan pelaporan aliran kas (cash flow) sebagai pengganti laporan
perubahan posisi keuangan. Disamping
itu, cakupan pengukuran hasil operasi juga diperluas dengan mengharuskan untuk
memperhitungkan semua pendapatan (comprehensive
income).
SFAC No.6: Elemen
Laporan Keuangan
SFAC No.6 mendefinisiskan 10 elemen laporan keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja dan posisi
entitas-entitas ekonomi. Kesepuluh
elemen itu - asset, kewajiban, ekuitas, investasi pemilik, distribusi kepada
pemilik, seluruh pendapatan (comprehensive income), penghasilan (revenues), beban
(expenses), keuntungan (gains) dan rugi (losses) – mencerminkan tiang yang
membangun laporan keuangan. Definisi
elemen-elemen tersebut dapat digunakan untuk menentukan isi laporan
keuangan. Jika sesuatu tidak memenuhi
semua karakteristik sebuah elemen, sesuatu tersebut tidak dapat dimasukkan
dalam laporan keuangan.
SFAC No. 7: Menggunakan
Informasi Aliran Kas dan Present Value dalam Pengukuran Akuntansi
SFAC No.7 memberikan petunjuk dalam menggunakan present value untuk pengukuran pertamakali. Pernyataan ini juga memberikan petunjuk atas teknik-teknik
amortisasi yang didasarkan pada aliran kas di masa datang. Pernyataan ini menyatakan bahwa tujuan dari present value adalah untuk menaksir
nilai wajar (fair value). Pernyataan
ini menetapkan lima komponen pengukuran present value dan menjelaskan
prinsip-prinsip umum yang mengatur penerapan present value dalam pengukuran
asset dan hutang. Pernyataan ini juga menyarankan
bahwa perubahan-perubahan dalam taksiran awal aliran kas masa datang hendaklah diperhitungkan dalam
skedul amortisasi bunga atau oleh pengukuran awal asset atau hutang.
Realitas Pemakai
Laporan Keuangan
Terpenuhinya oleh penyaji serangkaian kriteria kualitatif laporan keuangan
seperti dicatat diatas, bukanlah berarti pihak-pihak pengguna akan dapat
terpenuhi kebutuhannya akan informasi bermanfaat baginya. Pihak-pihak yang menggunakan laporan keuangan
bagaimanapun tidak akan dapat terpenuhi semua informasi yang
diinginkannya. Mereka memiliki posisi
tawar-menawar yang lemah untuk itu.
Misalkan, pemegang saham minoritas atau kreditor kecil dari sebuah
perusahaan publik. Mereka hanya dapat mengandalkan
laporan keuangan yang dipublikasikan. Sementara
itu, pemegang saham mayoritas, serikat pekerja, institusi pemerintahan,
investor institusional, pelanggan dan pemasok besar mungkin dapat menggunakan
penggaruhnya untuk mendapatkan laporan-laporan tertentu yang dirancang secara
khusus untuk memenuhi kebutuhan mereka akan informasi keuangan. Issu ini telah menjadi perhatian yang besar
baik oleh otoritas pengelola pasar modal maupun oleh masyarakat akuntansi dan pengusaha.
Secara spesifik kesetaraan akan akses
informasi ini menjadi salah satu issu pokok dalam implementasi corporate governance yang baik.
Realitas lain dari pemakai laporan keuangan yang juga menjadi issu adalah
asumsi terkait dengan kapasitas pemakai laporan keuangan. Ketika
itu, masyarakat akuntansi berasumsi
bahwa pemakai laporan keuangan memiliki pengetahuan dan pemahaman yang terbatas
akan hal-hal yang menyangkut keuangan.
Asumsi ini kemudian mempengaruhi prinsip-prinsip atau standar yang harus
dipenuhi dalam pelaporan keuangan. Tetapi
kemudian, dengan cukup eksplisit FASB mengasumsikan bahwa informasi keuangan
yang disajikan haruslah komprehensif dan disajikan untuk mereka yang memiliki
pemahaman memadai akan aktivitas bisnis dan ekonomi serta berkeinginan untuk
mempelajari informasi dengan kemampuan yang memadai pula.
Menurut Henderson dan Peirson, kecendrungan FASB untuk menyatakan bahwa
pengguna yang ’financially illiterate’ agar membangun kemampuan atau menyewa
ahli untuk membantu mereka adalah tidak tepat.
Semestinya keadaan bahwa pemakai laporan keungan pada umumnya adalah
pihak-pihak yang tidak memiliki akses agar informasi yang disajikan memenuhi
kebutuhannya, mendapatkan perhatian. Para kreditor, pemegang saham, pelanggan dan pemasok
kecil adalah orang-orang yang memiliki kemampuan terbatas untuk
menginterpretasikan informasi keungan.
Bila adalah benar bahwa banyak pemakai laporan keuangan adalah ’buta
keuangan,’ tentu saja asumsi bahwa para pemakai tersebut memiliki pemahaman
yang cukup atas aktivitas bisnis dan ekonomi mestinya dipertanyakan. Informasi tidak akan mencapai karakteristik
kualitatif ’dapat dipahami,’ bila asumsi tersebut memang digunakan.
Lebih lanjut dapat menjadi catatan bahwa investor kecil tentu lebih
membutuhkan bantuan dari pada investor institusional. Investor
kecil terpaksa berinvestasi dengan portofolio yang terbatas karena keterbatasan
sumberdaya yang karenanya mereka ada dalam posisi yang rawan dibandingkan
dengan investor institusional. Sebuah keputusan
investasi tunggal lebih penting bagi investor kecil dari pada bagi investor
institusional. Karena investor kecil
berada dalam situasi yang lebih beresiko dan mereka hanya mengandalkan kepada
informasi yang dipublikasikan, semestinya akuntan memberikan perhatian khusus
akan kebutuhan investor kecil mereka yang ’buta keuangan’.
Hanya saja, kesulitan penyaji laporan keuangan untuk mengantisipasi issu
kesetaraan akses tersebut dapat dipahami.
Dapat dikatakan bahwa tidak ada profesi yang dapat diharapkan untuk
menyajikan laporan teknikal dalam cara yang dapat dipahami oleh publik
umum. Perhatikanlah misalnya laporan opini hukum
yang dikeluarkan oleh ahli hukum, laporan hasil diagnosa kesehatan oleh tim dokter
serta laporan professional lainnya seperti arsitek. Tentu saja menterjemahkan hal-hal yang
teknikal ke bahasa yang dipahami oleh publik umum mungkin saja hasilnya tidak
seperti yang diharapkan. Penterjemahan
itu dapat menyebabkan penyederhanaan yang berlebihan yang akibatnya laporan
menjadi menyesatkan, atau sebaliknya informasi yang berlebihan juga menyulitkan
pemakai. Penggunaan bahasa teknikal tentu
saja akan dapat diterima sepanjang disajikan dengan kata-kata yang akan
dimengerti oleh pembaca laporan.
Sebenarnya telah merupakan praktek yang lazim sekarang ini dimana manajemen
dengan kemauan sendiri memasukkan ringkasan keuangan dalam laporan yang
dipublikasinya. Dalam ringkasan tersebut,
manajemen menyajikan kandungan informasi laporan keuangan yang dianggapnya
penting dan sering juga disertai dengan rasio-rasio keuangan. Penyajian laporan seperti ini disebabkan karena
manajemen beranggapan bahwa banyak pemegang saham yang tidak dapat memahami
laporan keuangan formal atau tidak dapat berusaha agar mereka berkemampuan
untuk memahami. Walaupun penyajian yang
memperhatikan kepentingan investor kecil ini perlu dihargai, tapi ini juga
beresiko. Manajemen dapat saja
memilihkan dan menonjolkan hanya kandungan informasi laporan keuangan atau
rasio yang akan menguntungkan mereka.
Issu lain yang perlu menjadi catatan adalah cakupan dari pelaporan
keuangan. SFAC No.1 menyatakan bahwa
pelaporan keuangan mencakup penerbitan laporan keuangan dan media komunikasi
lainnya yang berhubugnan langsung atau tak langsung dengan informasi yang
dihasilkan oleh sistem akuntansi (paragraph 7).
FASB menyimpulkan bahwa cakupan pelaporan keuangan untuk tujuan umum
adalah:
- laporan
keuangan;
- catatan atas
laporan keuangan;
- informasi
pelengkap terdiri atas:
- informasi pelengkap yang terkait dengan laporan keuangan dan catatannya;
- informasi pelengkap yang disediakan berdasakan permintaan; dan
- informasi yang didisklos atas keinginan sendiri baik dalam catatan
atas laporan keuangan ataupun sebagai informasi pelengkap.
Bila diinterpretasikan pernyataan FASB ini, laporan
tahunan, prospektus, penjelasan dan prakiraan manajemen akan dampak sosial dan
lingkungan semuanya semestinya masuk dalam pelaporan keuangan. Laporan keungan lainnya seperti laporan
keuangan untuk tujuan khusus tidaklah termasuk kedalam pelaporan keuangan untuk
tujuan umum ini. Nampaklah bahwa menurut
FASB cakupan pelaporan keuangan untuk tujuan umum sangat luas, tidak spesifik. Hal ini tentu terkait dengan keinginan untuk
melayani kebutuhan semua pihak-pihak pemakai laporan serta kenyataan bahwa
memang adalah sulit untuk memenuhi kebutuhan spesifik satu pihak, tanpa
mengorbankan kepentingan pihak lain.
Catatan Penutup
Hand-out seri ini telah berupaya untuk merekam upaya
masyarakat akuntansi dalam mengembangkan praktek-praktek akuntansi menjadi
praktek yang sistematis dan terarah yang dibingkai oleh suatu rerangka
konseptual atau teori yang dapat diterima.
Upaya
yang dicatat dalam serial ini dapat dikatakan adalah usaha awal yang bermula
semenjak awal dan berkembang sampai dengan akhir abad ke 20.
Tentu
perlu menjadi catatan bahwa lingkungan masyarakat, bisnis dan politik ekonomi
semenjak awal abad ke 21 ini telah berubah secara signifikan. Perubahan ini telah mendorong upaya untuk
menyusun standar akuntansi internasional.
Arah selanjutnya mudah diketahui yaitu muncul pula upaya untuk
mengembangkan rerangka konseptual baru yang akan membingkai standar akuntansi
internasional tersebut. Bahkan,
masyarakat akuntansi di Amerika Serikat-pun telah memulai upaya untuk
mengkonvergensikan rerangka konseptual versi FASB dengan rerangka konseptual
versi International Accounting Standard Board (IASB). Proyek
konvergensi ini sekarang sedang berjalan.
Catatan-catatan penting tentang hal-hal ini tidak diliput oleh serial
ini, tetapi akan menjadi perhatian dalam serial berikutnya.
Tentu saja dalam hal penyusunan rerangka dasar dan standar akuntansi,
banyak terkait issu-issu ekonomi dan bahkan politik. Kedua
issu ini belum diungkapkan dalam catatan
ini, diharapkan serial berikutnya akan secara khusus mengungkapkan bahasan
tentang hal ini. Scott telah membahas dengan baik issu-issu
ekonomi dan politik dalam penyusunan standar akuntansi.[6]
Apa yang
dicatat dalam serial ini hanyalah perkembangan upaya penyusunan rerangka
konseptual di Amerika Serikat. Ini
tidaklah berarti negara-negara besar lainnya seperti UK ,
Kanada dan Australia
tidak berupaya untuk mengembangkan rerangka konseptual mereka. Tentu mengetahui usaha-usaha yang dilakukan
negara-negara tersebut, termasuk upaya yang dilakukan di Indonesia adalah sesuatu yang
menantang pembelajar akuntansi.
[1] Lihat Mathews dan Perera, Accounting
Theory and Development, 2nd edition, 1993.
[2] Hatfield, H.R., Accounting,
New York , NY :
Appleton-Century-Crofts, Ind. ,
1927.
[3] Paton, W.A and Littleton , A.C., An Introduction to Corporate Accounting
(Ubana , IL :
American Accounting Association, 1940.
[4] Rorem (1937), Accounting theory: a critique of the Tentative
Statement of Accounting Principles, The
Accounting Review, 133-138.
[5] Penjelasan ini disadur dari R.G. Schroeder, M.W. Clark and J.M.
Cathey, Financial Accounting Theory and
Analysis: Text Readings and Cases, 7th, John Wiley & Sons,
2001.
Komentar
Posting Komentar